Gaji 7 juta,cuma bisa beli rumah di pinggir Jakarta

image

Saat ini sebagian besar kaum komuter yang bolak balik dari dan ke Jakarta masih memilih untuk tinggal di daerah penyangga Jakarta seperti Tangerang, Bekasi, Bogor, dan Depok. Hal ini karena mereka hanya mampu membeli hunian di pinggir Jakarta karena gaji yang pas-pasan.

Bacaan Lainnya

Selain masalah kemampuan keuangan, persepsi membeli rumah yang masih mempunyai tanah (landed) masih menjadi pemikiran utama bagi masyarakat Jabodetabek yang belum terbiasa tinggal di apartemen atau hunian vertikal.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan saat ini telah kaum menengah dalam posisi ‘terjebak’ terkait pilihan lokasi hunian dan tempat mereka bekerja.

“Dengan penghasilan Rp 7 juta per bulan, mereka mempunyai daya cicil Rp 2,3-3 juta per bulan. Dengan daya cicil tersebut artinya mereka dapat membeli rumah seharga Rp 300 jutaan. Namun dengan kondisi yang ada, rumah seharga tersebut tersedia dengan jarak yang relatif jauh dari kota,” kata Ali dikutip dari situs resminya, Minggu (28/9/2014)

Ali mengatakan ‘jebakan’ tersebut terjadi ketika mereka memaksakan membeli rumah jauh di pinggri Jakarta karena masih berpikir ingin mempunyai rumah dengan tanah, namun ternyata mereka harus menambah biaya transportasi ke tempat kerja.

“Yang terjadi kemudian rumah yang ada terpaksa ditinggalkan dan lebih memilih untuk sewa atau kos-kosan di Jakarta,” ungkap Ali.

Melihat fenomena ini, banyak pengembang mulai membangun apartemen murah di daerah penyangga Jakarta dengan harga Rp 200-300 jutaan untuk menangkap pasar ini.

Namun yang menjadi pertanyaan ketika masalah transportasi belum teratasi maka waktu dan biaya operasional masih menjadi permasalahan utama,” katanya.

Menurut Ali maraknya kemunculan apartemen murah menengah di segmen harga Rp 200 – 300 juta di Bekasi dan Serpong harus disikapi konsumen dengan pertimbangan masalah waktu dan biaya transportasi.

“Fenomena ini terjadi karena di kota Jakarta sudah sangat sulit untuk mendapatkan apartemen seharga tersebut. Dengan demikian maka tumbuhnya apartemen di wilayah penyangga Jakarta relatif tidak menyelesaikan masalah utama yang ada,” katanya.

Ali mendesak pemerintah harus segera turun tangan untuk membangun pasokan hunian vertikal di perkotaan untuk segmen menengah. Caranya dengan menyediakan public housing yang tidak bisa sepenuhnya diserahkan swasta.

Ia mengungkapkan program 1.000 tower rusunami yang dulu diluncurkan pemerintah ternyata gagal karena batasan harga yang diberikan pemerintah pun tidak ditaati oleh pengembang. Di sisi lain pengembang pun tidak bisa disalahkan karena memang tidak ada aturan yang jelas mengenai hal tersebut.

“Harga pun menjadi semakin tinggi mengikuti mekanisme pasar dan semakin tidak terjangkau kaum menengah perkotaan. Karenanya pemerintah harus segera membuat terobosan bagi ketersediaan hunian karyawan menengah ini,” (detik)

Pos terkait