Banjir Yogya Akibat Buruknya Infrastruktur Sungai

63011_banjir_di_yogya_663_382

               Yogyakarta – Pemerintah Kota Yogyakarta, mendesak pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai, ikut campur dalam pengelolaan infrastruktur sungai, terutama di wilayah Kota Yogyakarta.

Bacaan Lainnya

Pemerintah Kota Yogyakarta mengklaim, selama ini pembenahan infrastruktur sungai sebagian besar dibebankan daerah, melalui dana APBD. Akibatnya, banyak sungai belum terurus infrastrukturnya, dan mendorong semakin banyak kampung berpotensi kebanjiran, ketika sungai di sekitarnya meluap.

“Kalau daerah terus yang dibebani pembenahan infrastruktur sungai, APBD kota bisa jebol, karena banyak sungai di Yogya,” kata Kepala Bidang Pengairan dan Drainase Permukiman Sarana dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta, Aki Lukman Nor Hakim, kepada Tempo Jumat 7 Februari 2014.

Kota Yogya, dilalui tujuh sungai. Tiga sungai di antaranya, merupakan sungai besar, yakni Code, Winongo dan Gajah Wong. Dari seluruh sungai, baru satu sungai yang memiliki talud pengaman penuh, dari ujung sampai pangkal, yaitu sungai Code, sepanjang sekitar 8 kilometer.

Untuk sungai Gajah Wong dan Winongo, tahun ini, pemerintah kota hanya bisa mengalokasikan anggaran Rp 3,3 miliar, untuk membangun talud baru. Sedangkan empat sungai sedang lain, seperti Belik, Manunggal, dan Buntung, sama sekali belum bisa tersentuh pembangunan talud. Baik yang berupa bronjong, tanggul tanah atau semen.

Padahal soal talud sungai itu, sesuai Undang-Undang, kewenangannya pada pemerintah pusat, melalui Balai Besar Sungai Wilayah. Pemerintah hanya berwenang mengelola wilayah bantaran. “Kami sudah usulkan, agar dua sungai besar Gajah Wong dan Winongo bisa dibantu pembangunan taludnya, tapi sampai sekarang belum ada hasilnya,” kata Aki, yang sempat bertemu Komisi V DPR, pekan ini, saat meninjau pembangunan dermaga di Kulonprogo.

Tak sempurnanya talud di seluruh sungai, kata Aki, menjadi pemicu kampung yang ada di bantaran sungai, semakin rawan banjir, saat penghujan. “Semakin banyak daerah baru yang sebelumnya tak kebanjiran, sekarang kena banjir,” kata dia, yang menyebut sejumlah contoh, seperti kawasan Bener, Klitren, dan sejumlah titik di Danurejan.

Dengan anggaran yang ada saat ini, pemerintah kota mengaku angkat tangan, ketika mendapat laporan masyarakat adanya sejumlah talud bronjong mulai ambles tergerus, akiabt meningkatnya volume sungai. “Perbaikan dan perawatan, kami jelas tak mampu anggarkan lagi, karena yang baru saja belum dibangun. Sisa anggaran, untuk memperbaiki jalanan kota yang ambles,” kata dia.

Dari inventarisir pemerintah kota di sungai Gajah Wong dan Winongo, sejumlah bantuan infrastruktur dari Pemerintah DIY dan Balai Besar Wilayah Sungai, belum ada 30 persen dari panjang sungai. Untuk Winongo misalnya, panjangnya sekitar 7,8 kilometer dan Gajah Wong sekitar 6,4 kilometer.

Musim hujan dua tahun terakhiur ini , air dua sungai meluberi sejumlah kampung yang letaknya di bantaran sungai. “Air sudah masuk rumah warga,” kata dia.

Anggota Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Suwarto, menuturkan pelimpahan kewenangan soal pengelolaan sungai selama ini, tak pernah transparan. “Seharusnya penataan sungai bukan wilayah pemerintah kota. Tapi anggaran selalu ada untuk itu,” kata dia.

Suwarto menambahkan, dari aspek kedekatan kewenangan, yang seharusnya pertama mengurusi pembangunan infrastruktur sungai adalah Pemerintah DIY, sebagai perwakilan pemerintah pusat. “Bukan dipasarahkan ke kota semua,” ujarnya.

Meski demikian DPRD Kota Yogyakarta, terutama Komisi C, tiap tahun terus menyetujui anggaran pembangunan infrastruktur sungai, karena ada permintaan dari pemerintah kota.

Pos terkait